Belang hitam yag khas dari kelinci Sumatra (ilustrasi).

Kelinci Sumatra/ Sumatran Striped Rabbit/ Nesolagus netscheri merupakan kelinci liar yang hidup di hutan tropis Sumatra pada ketinggian 600-1.400 m.dpl. Kelinci ini memiliki panjang sekitar 40 cm serta ukuran telinga yang pendek. Ciri khasnya adalah corak berupa garis-garis kehitaman pada bagian tubuh. Belang hitam tersebut terdapat pada bagian punggung, pipi, kaki belakang, dan paha. Selain itu, rambut pada bagian ekor berwarna kemerahan sedangkan dibawah perutya berwana putih. Satwa ini aktif di malam hari (nocturnal) untuk mencari makan berupa pucuk-pucuk daun muda, rumput-rumputan, akar tanaman, serta buah yang jatuh.

Habitat alami menghilang, populasi kelinci sumatra kian menurun

Kelici Sumatra di habitat alaminya (ilustrasi).

Kelinci Sumatra termasuk kedalam satwa langka yang sulit ditemukan. Selain persebarannya yang terbatas, kelinci ini mengalami ancaman yang luar biasa akibat hilangnya habitat alami yang menyebabkan populasinya terus menurun. Perambahan hutan serta alih fungsi hutan menjadi pemukiman, pertanian, serta perkebunan menjadi faktor utama yang mempengaruhi populasi satwa ini. Pulau Sumatra telah kehilangan lebih dari setengah lahan hutannya yang telah ditebang secara intens sejak tahun 1975 hingga sekarang. Selain kerusakan hutan, perburuan dan perdagangan juga menjadi ancaman kepunahannya.

Penelitian terkait kelinci Sumatra masih sangat minim sehingga banyak orang yang tidak mengetahui keberadaan satwa ini. Hingga saat ini, kelinci Sumatra baru diketahui ada di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Suaka Margasatwa Gumai Pasemah di Sumatera Selatan.

Perjumpaan kembali dengan si belang

Kelinci Sumatra yang teekam kamera jebak di Taman Nasional Kerinci Seblat (dok. TNKS).

Kelinci Sumatra pertama kali ditemukan pada tahun 1880. Namun pada saat itu belum ada informasi lebih lanjut mengenai keberadaan hewan ini. Hingga pada tahun 1972, penampakan kelinci tersebut didokumentasikan pertama kali oleh M. Borner di Taman Nasional Gunung Leuser. Setelah itu, mulai banyak laporan mengenai keberadaan satwa tersebut. Tahun 1998, tim Fauna dan Flora International merekam individu dalam foto kamera jebak di Taman Nasional Kerinci Seblat. Pada tahun 2007, Wildlife Conservation Society–Indonesia Program mendokumentasikan spesies tersebut dalam dua foto dari kamera jebak di kawasan Pulau Beringin, Ogan Komering Hulu Selatan. Tahun 2008, satu individu difoto oleh seorang ilmuwan dari World Wide Fund for Nature dan pada tahun 2009 satu individu terlihat di sepanjang jalan yang membelah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Setelah itu, peneliti Jennifer McCarthy dan tim juga berhasil memperoleh 10 foto kelinci Sumatra dengan menggunakan tujuh kamera digital inframerah pada penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Menyambut tahun baru 2023, terdapat kabar gembira mengenai keberadaan satwa endemik Sumatra yang unik tersebut. Kelinci Sumatra kembali tertangkap kamerra jebak yang digunakan untuk monitoring satwa di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Berdasarkan kriteria keunikan evolusi dan kecilnya populasi, para ahli dari Zoological Society of London menganggap kelinci ini sebagai salah satu dari 100 spesies mamalia berisiko besar dari kepunahan. Pemerintah Indonesia juga melindungi kelinci Sumatra sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, tercantum pada nomor 72.

Be a part of SCENTS mission to save beautiful creatures from illegal wildlife trafficking.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *