Praktik penggunaan jerat untuk mendapatkan satwa liar masih banyak dilakukan oleh para pemburu. Metode tersebut digunakan untuk memburu satwa liar berukuran besar hingga kecil seperti harimau, gajah, macan, hingga burung. Meskipun sederhana, namun jerat menjadi ancaman serius bagi populasi satwa liar. Hal tersebut dikarenakan perangkat ini tidak memiliki target spesifik, sehingga semua jenis satwa bahkan yang bukan incaran dapat terkena jebakan tersebut. Ukuran diameter jerat yang cukup besar serta diperkuat dengan sling baja menjadikan satwa yang terjerat dapat terluka, lumpuh, hingga mati. Sayangnya perangkat tersebut juga banyak digunakan oleh masyarakat disekitar kawasan lindung untuk menjerat babi hutan yang dianggap sebagai hama. Hal tersebut juga banyak dijadikan alasan bagi para pemburu yang memasang jerat demi menghindari hukum pidana.

Anak gajah sumatera yang diselamatkan dengan kondisi belalai hampir putus terkena jerat (dok. Antara).

Setiap tahunnya terjadi kasus kematian satwa liar akibat penggunaan jerat, seperti halnya yang baru-baru ini terjadi yaitu seekor anak gajah (Elephas maximus sumatranus) ditemukan dalam kondisi belalai hampir putus akibat terkena jerat. Penyelamatan oleh tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh tersebut berawal dari informasi masyarakat yang melihat seekor anak gajah terpisah dari rombongannya di wilayah Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya. Setelah dilakukan pencarian akhirnya pada hari Minggu, (4/11/2021) sekitar pukul 14.00 WIB anak gajah tersebut berhasil ditemukan. Setelah dilakukan observasi, anak gajah berkelamin betina yang berumur 1 tahun tersebut mengalami luka berat akibat terkena jerat pada bagian tengah belalainya. Saat ditemukan, luka pada belalainya mulai membusuk serta masih terdapat sisa tali jerat. Diduga ia telah lama terkena jerat sebelum akhirnya ditinggalkan oleh kelompoknya. Selanjutnya, anak gajah dibawa ke Pusat Latihan Gajah Saree, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh untuk dilakukan perawatan secara intensif.

Mati usai dirawat selama dua hari

Anak gajah sumatera usai diamputasi belalainya dan menjalani perawatan di Pusat Latihan Gajah Saree (Dok. Antara/Syifa Yulinnas).

Kondisi luka akibat jerat yang sudah mulai membusuk menyebabkan hampir separuh belalai anak gajah tersebut harus diamputasi. Usai menjalani operasi pengamputasian, anak gajah masih terlihat kuat serta makan dengan lahap. Sayangnya usai dua hari dirawat, anak gajah tersebut mati tepatnya pada hari Selasa (16/11/2021). Penyebab kematian satwa ini belum dapat dipastikan. Sebelum dikuburkan, tim dokter melakukan nekropsi dengan mengambil organ dalam seperti paru, jantung, hati, limpa, feses, dan lidah. Organ tersebut kemudian diperiksa dan dianalisis di laboratorium forensik untuk mengetahui penyebab kematian anak gajah. Anak gajah yang terpisah dari indukannya memiliki pertumbuhan yang lebih lambat karena kurangnya asupan nutrisi dari air susu sang induk. Anak gajah biasanya menyusu hingga usia empat tahun. Selain itu, anak gajah sangat rentan terserang penyakit, salah satunya virus herpes. Elephant endorheliotropic herpes virus (EEHV) atau herpes gajah selama ini memang menjadi momok menakutkan bagi gajah anakan. Kondisi anak gajah tanpa indukan dengan belalai yang terluka parah menyebabkan peluang hidupnya semakin kecil.

Sumber:

Be a part of SCENTS mission to save beautiful creatures from illegal wildlife trafficking.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *