Sowang (Xanthostemon novoguineensis) (Dok. Wilujeng & Simbiak, 2015).

Kelompok tumbuhan Xanthostemon yang diketahui hingga saat ini sebanyak 45-50 jenis yang tersebar di Kaledonia Baru, Australia, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Indonesia dan Filipina. Meskipun memiliki persebaran yang luas, namun pada umumnya setiap jenisnya memiliki distribusi yang terbatas. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar tumbuhan tersebut bersifat endemik. Di Indonesia tercatat lima jenis yaitu Xanthostemon confertiflorus, Xanthostemon natunae, Xanthostemon petiolatus, Xanthostemon verus, dan Xanthostemon novoguineensis. Jenis yang terakhir merupakan satu-satunya Xanthostemon yang hanya ditemukan (endemik) Papua. Xanthostemon novoguineensis dikenal dengan nama sowang atau suwang oleh masyarakat setempat.Sowang tumbuh di bagian sisi barat, selatan hingga timur pegunungan Cyclops pada ketinggian 15 – 450 m.dpl. Pohon sowang dapat tumbuh hingga 40 m dengan diameter mencapai 80 cm. Uniknya selain ditemukan dalam bentuk tegakan, tumbuhan ini juga ditemukan dalam bentuk semak.

Populasi sowang terus menurun

Pohon sowang memiliki karakteristik kayu yang keras serta tahan terhadap serangan perusak kayu seperti rayap tanah, penggerek kayu di laut, cendawan pelapuk putih dan cendawan pelapuk cokelat. Keunggulan tersebut menjadikan kayu sowang banyak diminati dipasaran. Terlebih habitat tumbuhnya yang berada disekitar kaki pegunungan Cyclops yang merupakan daerah bebas pemanfaatan, sehingga akses pemanfaatannya lebih mudah.

Pemanfaatan kayu sowang menjadi bahan bakar arang.

Pemanfaatan yang dilakukan secara berlebihan tanpa adanya upaya pelestarian menyebabkan keberadaan sowang menjadi terancam punah. Saat ini sowang banyak dimanfaatkan untuk dijadikan arang. Arang dari kayu sowang memiliki kualitas terbaik serta dapat digunakan berkali-kali sehingga sangat diminati dalam bisnis rumah makan yang tumbuh pesat di Kota Jayapura. Karakteristik kayu yang keras dan tahan terhadap serangga perusak kayu, menjadikan kayu sowang banyak digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan. Selain itu, habitat tumbuhan ini masuk kedalam kawasan pengembangan Kota Jayapura sehingga menyebabkan tingginya laju deforestasi pada wilayah tersebut. Area-area hutan pada kawasan ini telah banyak berubah menjadi permukiman. Selain faktor tersebut, kemampuan regenerasi yang rendah serta distribusi yang terbatas dari tumbuhan sowang juga menjadi penyebab populasinya menurun apabila dieksploitasi secara berlebihan.

Kearifan lokal menjaga kelestarian sowang

Pemanfaatan kayu sowang menjadi tiang rumah panggung (Dok. Mongabay).

Bagi masyarakat adat di sekitar pegunungan Cyclops, tumbuhan sowang memiliki peran penting dalam kehidupan tradisional mereka. Pemanfaatan kayu sowang secara tradisional oleh masyarakat berhubungan dengan kegiatan ritual, pembuatan senjata tradisional, perkakas rumah, tiang pagar, tiang rumah, dan sebagai kayu bakar. Masyarakat sekitar Teluk Youtefa, Danau Sentani, dan sebagian pesisir utara pegunungan Cyclops yang hidup di pesisir pantai menggunakan kayu sowang sebagai tiang-tiang penyangga rumah karena kualitas kayunya termasuk dalam kategori kayu yang tahan terhadap penggerek kayu di laut. Semakin direndam atau terkena air, kayu sowang semakin keras sehingga mampu bertahan hingga ratusan tahun.

Ukiran bentuk manusia pada tiang dari kayu sowang ( Dok. Hari Suroto/Balai Arkeologi Papua).

Meskipun secara tradisional banyak dimanfaatkan, namun masyarakat adat setempat mempunyai kearifan lokal tersendiri untuk menjaga kelestarian pohon sowang. Menurut Hari Suroto seorang peneliti dari Balai Arkeologi Papua, masyarakat disekitar Danau Sentani mempunyai peraturan adat dalam memanfaatkan kayu sowang untuk membuat rumah. Lokasi penebangan kayu sowang di pegunungan Cyclops tidak dilakukan secara sembarangan, masyarakat telah memiliki zona ekologi tradisional yang telah diatur secara adat. Pohon yang ditebang juga yang benar-benar tua sehingga bangunan tidak cepat roboh. Kayu utama tersebut juga hanya bisa dijadikan sebagai tiang rumah, tidak boleh untuk fungsi lain. Kayu yang dijadikan tiang rumah tidak diubah bentuknya, namun disesuaikan dengan kondisi kayu sowang tersebut. Berbagai bentuk ukiran seperti manusia, binatang mitologi, maupun motif geometris menjadi penghias tiang tersebut.

Bentuk kebudayaan tersebut tentu saja tak terlepas dari warisan para leluhur. Menurut Hari Suroto, kayu sowang telah dikenal sejak masa prasejarah. Sejak ribuan tahun yang lalu, masyarakat disekitar Danau Sentani telah memanfaatkan kayu tersebut sebagai tiang serta perkakas lainnya. Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian bekas hunian prasejarah di situs Ayauge, Kampung Doyo lama, Danau Sentani bagian barat serta situs Yomokho, pesisir Danau Sentani.

Adanya upaya pelestarian berupa pembatasan wilayah penebangan serta pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat adat setempat turut menjaga populasi pohon sowang di alam.

Sumber :

Be a part of SCENTS mission to save beautiful creatures from illegal wildlife trafficking

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *