Permasalahan sampah di negara kita masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Volume sampah yang tinggi tidak diimbangi dengan pengolahan sampah yang baik. fasilitas pemilahan sampah yang belum memadai serta minimnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah sesuai tempatnya menambah persoalan sampah yang tak kunjung terselesaikan. Bahkan di masa pandemi ini, hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada April-Mei 2020 saja sudah menunjukkan kenaikan volume sampah plastik. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya penggunaan pembungkus plastik dari transaksi belanja daring. Belum juga rampung urusan pengelolaan sampah umum ini, pasca satu tahun pandemi kita harus menghadapi persoalan tambahan yaitu limbah medis.

Jumlah sampah medis meningkat selama pandemi

Limbah masker sekali pakai yang meningkat (Ilustrasi)

Meningkatnya kasus COVID-19 di Indonesia menyebabkan meningkatnya limbah medis sekali pakai seperti masker, sarung tangan, dan hazmat yang dipakai oleh tenaga kesehatan maupun individu. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes), dalam satu bulan pasca kasus pertama COVID-19 muncul di Indonesia timbulan limbah medis mencapai 294,66 ton per hari. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan seiring pesatnya pertambahan kasus infeksi harian. Peningkatan tersebut mencapai 30-50% atau 1.662,75 ton berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penambahan limbah medis terjadi secara merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Limbah medis tersebut berasal dari berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yaitu 2.889 rumah sakit, 10.062 puskesmas, 7.641 klinik, 26.418 apotek, 146 rumah sakit rujukan, serta 48 laboratorium PCR. Selain pusat pelayanan kesehatan, limbah medis juga dihasilkan dari berbagai rumah tangga terutama limbah berupa masker sekali pakai dan sarung tangan lateks.

Pengelolaan sampah medis belum optimal

Limbah medis yang terbuang ke TPA (Ilustrasi)

Sama halnya dengan persoalan sampah plastik, volume sampah medis yang meningkat tidak diimbangi dengan fasilitas pengelolaan yang memadai. Sampah medis tidak bisa dibuang sembarangan dan harus dikelola secara khusus karena dapat menjadi sumber kontaminasi berbagai penyakit infeksius. Sehingga penularan penyakit seperti COVID-19 melalui kontak dengan limbah medis sangat potensial. Tempat atau perusahaan pengelolaan limbah medis sangat sedikit, hanya terdapat 15 lokasi di seluruh Indonesia. Hal tersebut tentu tidak dapat mengimbangi volume sampah medis yang terus meningkat. Alhasil banyak ditemukan berbagai limbah medis yang terbuang di TPA. Peningkatan volume sampah ini juga didukung banyaknya sampah rumah tangga (termasuk masker sekali pakai) yang tidak dikelola dengan baik. Masih minimnya pengetahuan masyarakat dalam mengelola sampah secara mandiri menyebabkan meningkatnya volume sampah yang masuk ke TPA.

Ancaman bagi kelestarian satwa liar

Limbah medis di lautan (Ilustrasi)

Selain menjadi ancaman bagi kesehatan, sampah medis yang tidak terkelola dengan baik juga mengancam kelestarian lingkungan. Mayoritas limbah medis terbuat dari plastik yang mengandung polipropilen, polietilen, polivinil klorida, dan polistirena. Pembuangan sampah infeksius juga harus dilapisi kantong plastik sehingga beban penanganan sampah plastik kian bertambah. Sampah tersebut tidak bisa didaur ulang karena berbahaya serta sangat sulit terurai (membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun). Jika pun terurai, maka dapat menambah jumlah mikroplastik dalam lingkungan dan rantai makanan. Volume sampah medis yang meningkat juga turut meningkatkan jumlahnya yang terbuang kelautan. Hal tersebut dapat mengakibatkan pencemaran yang sangat berbahaya dan mengancam kehidupan lautan secara global. Berdasarkan hasi kajian LIPI, Per 100 meter persegi terumbu karang dapat dijumpai sekitar 30 sampah.

Sampah medis yang tidak dikelola dan terbuang sembarangan juga membahayakan berbagai satwa liar, seperti sampah masker sekali pakai. Tali masker tersebut dapat menjerat kaki burung sehingga menyebabkan kesulitan bergerak dan terbang. Seperti halnya yang terjadi di Inggris seekor burung camar hampir mati karena tersangkut tali masker selama seminggu sebelum akhirnya diselamatkan. Di Malaysia juga terdapat kasus seekor monyet yang hampir mati karena mengunyah tali masker sekali pakai yang dibuang sembarangan. Berbagai hewan laut juga mengalami kematian akibat mengunyah sampah masker. Di Brazil, sampah masker ditemukan di dalam perut pinguin yang telah mati. Ikan buntal dan kepiting juga ditemukan mati akibat terjerat sampah masker di Miami dan Prancis.

Perlu berbagai upaya dan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana seharusnya sampah dibuang sesuai dengan jenisnya sehingga tidak ada lagi sampah yang di buang sembarangan dan membahayakan bagi manusia maupun alam sekitarnya.

Sumber:

Be a part of SCENTS mission to save beautiful creatures from illegal wildlife trafficking

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *