
Harimau Jawa hidup yang terakhir tertangkap kamera pada tahun 1938 di Ujung Kulon (Wikimedia.org)
Harimau Jawa memiliki nama latin Panthera tigris sondaica merupakan subspesies harimau yang hanya ditemukan (endemik) Pulau Jawa, Indonesia. Harimau ini memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada Harimau Bali dan kurang lebih sama besar dengan Harimau Sumatera. Individu jantan mempunyai berat tubuh 100 hingga 140 kg dengan panjang tubuh mencapai 200-245 cm, sementara berat tubuh betina lebih ringan yaitu 75-115 kg. Harimau Jawa menghuni hutan-hutan dataran rendah dengan wilayah jelajahnya tidak melebihi 1.200 m.dpl. Sayangnya, satwa ini telah lama dinyatakan punah akibat perburuan serta hilangnya habitat alami.
Kepunahan harimau jawa

Tradisi Rampogan Macan (Wikimedia.org)
Pada awal abad ke-19, Harimau Jawa masih banyak dijumpai berkeliaran di hutan-hutan Pulau Jawa. Namun sekitar tahun 1980an, satwa ini telah dinyatakan punah (Extinct) menurut IUCN Red List. Selain pembukaan lahan yang menyebabkan habitat alami satwa ini hilang, perburuan secara massif juga menjadi faktor utama penyebab kepunahannya. Terdapat tradisi dimasa lalu yang bernama Rampogan Macan yang turut menurunkan populasi harimau di alam. Rampogan Macan merupakan pertunjukan adu harimau dan macan dengan binatang lain seperti kerbau maupun manusia. Pada pertunjukan tersebut apapun hasil pertarungannya, pada akhirnya Harimau Jawa maupun Macan Tutul akan dibunuh secara beramai-ramai dengan puluhan tombak yang dihujamkan ke tubuhnya.

Seorang pemburu menggunakan senjata api untuk membunuh Harimau Jawa (Wikimedia.org)
Masuknya senjata api pada era kolonialisme menyebabkan perburuan sang kucing legendaris jawa makin merajalela. Senjata api yang digunakan menjadikan perburuan satwa ini lebih efisien. Selain itu, pembukaan hutan pada sistem tanam paksa yang diterapkan pada era tersebut menyebakan berkurangnya habitat alami satwa ini. Sistem tersebut juga memicu terjadinya berbagai konflik antara harimau dengan manusia. Pada awal tahun 1930an Harimau Jawa juga banyak diburu untuk di distribusikan ke berbagai kebun binatang seperti London Zoo untuk keperluan sirkus dan pertunjukan. Hingga akhirnya pada tahun 1950an satwa ini diperkirakan hanya tinggal 25 ekor saja. Jumlah tersebut terus mengalami penurunan hingga dinyatakan punah.
Menolak punah
Meskipun telah dinyatakan punah, namun masih ada beberapa peneliti serta penggiat konservasi yang meyakini keberadaan Harimau Jawa yang akrab dipanggil “simbahe” ini. Mereka percaya bahwa masih ada individu satwa ini yang tersisa di pedalaman hutan-hutan Tanah Jawa. Tentu saja keyakinan tersebut didukung oleh bukti-bukti yang kuat.

Satwa yang diduga Harimau Jawa di padang pengembalaan, Cidaon, Ujung Kulon (Taman Nasional Ujujng Kulon)
Pada tahun 2008 terdapat laporan mengenai serangan oleh Harimau Jawa. Hal tersebut berawal dari penemuan jasad wanita tak dikenal yang diduga diserang oleh harimau di wilayah Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Penduduk sekitar juga mengaku melihat beberapa penampakan harimau di sekitar lokasi kejadian. Dugaan penampakan lain terjadi pada tahun 2017 di Taman Nasional Ujung Kulon yang berhasil diabadikan dengan kamera. Tentu saja hal tersebut menghebohkan dan menjadi viral di berbagai media massa. Namun sosok yang pada awalnya diduga sebagai Simbahe tersebut, ternyata merupakan Macan Tutul Jawa setelah diteliti secara mendalam oleh para ahli. Mengenai corak loreng yang terekam dapat disebabkan oleh adanya mutasi genetik sehingga corak tutul menyatu dan menyerupai loreng pada harimau.
Laporan perjumpaan terus terjadi hingga saat ini

Foto yang diklaim sebagai harimau Jawa tahun 2018 (Peduli Karnivor Jawa)
Laporan mengenai perjumpaan dengan simbahe terus terjadi hingga saat ini meskipun kebenarannya masih harus diverifikasi secara mendalam. Seperti yang terjadi pada tahun 2020 lalu mengenai beredarnya foto Harimau Jawa yang sedang berjalan di genangan air. Menurut Direktur Peduli Karnivora Jawa (PKJ), Didik Raharyono menjelaskan bahwa sebenarnya foto tersebut diambil pada tahun 2018 lalu. Foto tersebut didapatkannya dari seorang pemburu yang tidak mau disebutkan identitasnya. Setelah dilakukan pengamatan lokasi informasi temuan dengan kondisi dalam foto, Didik mengatakan bahwa hasil verifikasi tersebut sangat sesuai. Bahkan dirinya melakukan penelitian lebih lanjut dengan memasang kamera trap di sekitar lokasi temuan. Laporan mengenai keberadaan satwa ini juga terjadi di awal tahun 2021. Seorang warga melaporkan menjumpai harimau yang berkeliaran di sekitar lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Nyawangan dan Nglurup, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung. Laporan tersebut langsung di tindaklanjuti oleh pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur yang langsung memasang beberapa kamera trap.
Apabila memang keberadaan Harimau Jawa masih diklaim ada oleh berberapa pihak, tentu saja klaim tersebut harus disertai dengan bukti-bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun hal yang pasti terjadi ketika ketidakpedulian kita akan kelestarian alam maka akan mendorong semakin banyak satwa menuju gerbang kepunahan.
Be a part of SCENTS mission to save beautiful creatures from illegal wildlife trafficking.